al-Ikhlas/112:3
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
Transliterasi: Lam yalid wa lam yulad
Terjemahan (M.M. Pickthall): He begetteth not nor was begotten
Terjemahan (Kementerian Agama Indonesia): Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
Yang menarik, al-Qur'an di sini memakai kata yang merupakan turunan dari walad yang lebih merujuk kepada anak secara biologis, yang dalam konteks Tuhan dan hubungan antara Tuhan dan manusia juga ditentang oleh Yudaisme.
Di Yudaisme, terdapat beberapa ayat yang memakai istilah "anak", "ayah", atau "memperanakkan" terkait dengan Tuhan dan hubungan antara Tuhan dan manusia:
Debarim/Deuteronomy/Ulangan 32:18
צוּר יְלָדְךָ, תֶּשִׁי; {ר} וַתִּשְׁכַּח, אֵל מְחֹלְלֶךָ
Terjemahan (Mechon-Mamre): Of the Rock that begot thee thou wast unmindful, and didst forget God that bore thee
Terjemahan: Kepada Batu yang memperanakkanmu (Bani Israil), telah kamu lalaikan, dan telah kau lupakan Tuhan yang melahirkanmu
Tehillim/Psalm/Mazmur 89:27
הוּא יִקְרָאֵנִי, אָבִי אָתָּה; אֵלִי, וְצוּר יְשׁוּעָתִי
Terjemahan (Mechon-Mamre): He shall call unto Me: Thou art my Father, my God, and the rock of my salvation
Terjemahan: Dia (Dawud) akan menyeru-Ku: 'Engkau adalah ayahku, tuhanku, dan batu keselamatanku
Tehillim/Psalm/Mazmur 89:28
אַף-אָנִי, בְּכוֹר אֶתְּנֵהוּ; עֶלְיוֹן, לְמַלְכֵי-אָרֶץ
Terjemahan (Mechon-Mamre): I also will appoint him first-born, the highest of the kings of the earth.
Terjemahan: Aku akan menunjuknya (Dawud) sebagai anak pertama, yang tertinggi di antara raja-raja di bumi.
Tehillim/Psalm/Mazmur 2:7
אֲסַפְּרָה, אֶל-חֹק: יְהוָה, אָמַר אֵלַי בְּנִי אַתָּה--אֲנִי, הַיּוֹם יְלִדְתִּיךָ
Terjemahan (Mechon Mamre): I will tell of the decree: YHWH said unto me: 'Thou art My son, this day have I begotten thee
Terjemahan: Aku akan memberitahukan tentang ketetapan (Tuhan): YHWH berkata kepadaku: 'Kamu adalah anak-Ku, pada hari ini Aku telah memperanakkanmu
Dari kutipan di atas, terlihat seakan ayat-ayat Bible ini, terutama Psalm 2:7, bertentangan dengan al-Ikhlas/112:3 padahal Yudaisme memahami istilah "anak", "ayah", dan "memperanakkan" ini tidak secara literal, melainkan secara konotatif, yaitu hubungan yang erat antara Bani Israil dan Nabi Dawud (as) dengan Tuhan.
Jadi, para Yahudi yang bertanya kepada Rosulullah (saw) akan memahami ayat ini sebagai penolakan Islam terhadap kepercayaan apa pun yang menganggap adanya anak Tuhan atau Tuhan sebagai ayah secara literal, sekaligus penolakan Islam terhadap penggunaan istilah "ayah", "anak", dan "memperanakkan" untuk Tuhan dan dalam hubungan antara Tuhan dengan makhluknya walaupun secara konotatif.
Tentu, pertanyaan lanjutan yang akan muncul adalah mengapa al-Qur'an menolak pemakaian istilah ini padahal Islam sendiri memakai istilah konotatif lain seperti khalilullah (kekasih Allah) bagi Nabi Ibrohim (as)?
Menurut saya, kemungkinan terbesar penyebabnya adalah Trinitas, yang menyebabkan asosiasi pemakaian kata-kata ini akan mengarah ke sana. Kita dapat memahami ini dengan menggunakan kacamata semiotika, yaitu dari hubungan antara penanda dan petanda.
Pada saat Psalm ini dibukukan, kalangan Yudaisme memahami istilah-istilah ini secara konotatif. Namun, setelah Konsili Nicea yang merumuskan ortodoksi ketuhanan Kristen, maka terjadi pergeseran makna ("petanda") untuk suatu kata ("penanda") yang sama sehingga makna "anak", "ayah", dan "memperanakkan" untuk Tuhan dan hubungan Tuhan dan manusia di zaman Rosulullah (saw) (dan juga sampai dengan sekarang) sama sekali berbeda dengan maknanya di zaman Psalm dibukukan. Jika kata-kata tersebut digunakan di zaman Rosulullah (saw), maka asosiasi yang terjadi adalah dengan pemaknaan Trinitas, bukan pemaknaan Yudaisme. Selain itu, pemaknaan Trinitas ini sudah menjadi pemaknaan mayoritas sehingga jika kata-kata ini dipakai, bisa terjadi kerancuan pemahaman karena dipakainya kata (penanda) yang sama untuk makna (petanda) yang sama sekali berbeda.
Penolakan al-Qur'an terhadap pemakaian istilah ini walaupun dalam makna konotatifnya, juga dapat diartikan sebagai penegasan Islam secara implisit bahwa konsep monoteismenya (tawhid) berbeda dengan konsep Trinitas sehingga perlu ada jarak yang diciptakan yang salah satunya adalah dengan tidak memakai kata-kata yang pemaknaannya mengarah ke Trinitas seperti yang tersebut di atas.
Daftar Pustaka:
Versi 1.0 2015-09-19: Post awal