Pada
tulisan singkat ini, tidak akan dibahas seperti apa sikap para `ulama Syi`ah
terhadap cacian kepada para sahabat dan istri Nabi karena jelas dari fatawa
mereka bahwa ini diharamkan, seperti yang bisa dilihat di beberapa link sebagai
berikut:
http://jafrianews.com/2013/10/14/ayatullah-sistani-issues-fatwa-condemning-abuse-against-sunni-sanctities-in-the-light-of-teaching-of-12-imams/
http://www.14publications.com/blog/ayatollah-wahid-khorasani-no-cursing/
Tulisan
ini hanya sedikit membahas lebih lanjut tentang aspek-aspek yang sepertinya
belum terlalu banyak dibahas.
Prinsip
Ushul Fiqh Syi`ah: Hadits vs al-Qur'an
Dalam
ushul fiqh Syi`ah, suatu hadits tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an.
Prinsip
ini terlihat pada cuplikan suatu riwayat sebagai berikut:
فَقَالَ أَبُو قُرَّةَ فَتُكَذِّبُ بِالرِّوَايَاتِ فَقَالَ أَبُو الْحَسَنِ ع إِذَا كَانَتِ الرِّوَايَاتُ مُخَالِفَةً لِلْقُرْآنِ كَذَّبْتُهَا
Abu Qurroh
bertanya, "Apakah anda menolak riwayat (hadits)?" Abul Hasan (Imam
`Ali b. Musa ar-Ridho) berkata, "Bila suatu riwayat bertentangan dengan
al-Qur'an, maka tolaklah."
Hadits
ini terdapat di al-Kafi (al-Kulayni) dan at-Tawhid (ash-Shoduq) dan dinyatakan
shohih oleh al-Majlisi dalam Mir'atul `Uqul.
Prinsip
ini dipegang oleh para `ulama Syi`ah sejak zaman dulu sampai dengan sekarang.
Muhammad
b. `Ali al-Qummi yang dikenal dengan nama ibn Babawayh atau Syaykh ash-Shoduq,
salah satu `ulama klasik Syi`ah yang wafat pada tahun 991, menyatakan di dalam
al-I`tiqodat bahwa setiap hadits yang tidak sesuai dengan Kitabullah adalah
bathil.
Abul
Qosim al-Musawi al-Khui, salah satu `ulama Syi`ah yang wafat pada tahun 1992
yang dikenal ketinggian ilmunya dalam ilmu hadits dan fiqh, juga menegaskan
prinsip ini di dalam bukunya al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an, yaitu riwayat harus
dibandingkan dengan al-Qur'an dan jika suatu riwayat bertentangan dengan
al-Qur'an, maka riwayat tersebut harus disingkirkan.
Jadi
jelas bahwa jika ada hadits yang matn (isi)-nya bertentangan dengan al-Qur'an
maka akan ditolak, terlepas seperti apa isnadnya.
Lalu,
seperti apa al-Qur'an mengatur tentang cacian dan cara berkomunikasi?
Sikap
al-Qur'an terhadap Cacian
Al-Qur'an
melarang cacian bahkan kepada sesembahan kaum musyrikin seperti pada ayat
sebagai berikut:
Q.S.
al-An`am/6:108
وَلَا تَسُبُّوا۟ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّوا۟ ٱللَّهَ عَدْوًۢا بِغَيْرِ عِلْمٍۢ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Dan
janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena
mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.
Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian
kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa
yang dahulu mereka kerjakan.
Dari
sini terlihat jelas, jika kepada patung sesembahan saja kita dilarang untuk
melakukan cacian, apalagi kepada manusia.
Prinsip
Komunikasi Menurut al-Qur'an
Dalam
Islam Aktual, Jalaluddin Rakhmat memaparkan seperti apa prinsip komunikasi
menurut al-Qur' an:
1. Qowlan Sadidan
Artinya
adalah komunikasi yang benar dan straight to the point yang dapat kita lihat
pada ayat sebagai berikut:
Q.S.
an-Nisa/4:9
وَليَخشَ الَّذينَ لَو تَرَكوا مِن خَلفِهِم ذُرِّيَّةً ضِعافًا خافوا عَلَيهِم فَليَتَّقُوا اللَّهَ وَليَقولوا قَولًا سَديدًا
Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Q.S.
al-Ahzab/33:70
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقولوا قَولًا سَديدًا
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar,
2. Qowlan Balighon
Artinya
adalah komunikasi yang fasih dan jelas sehingga efektif seperti yang dapat kita
lihat pada ayat sebagai berikut:
Q.S.
an-Nisa/4:63
أُولٰئِكَ الَّذينَ يَعلَمُ اللَّهُ ما في قُلوبِهِم فَأَعرِض عَنهُم وَعِظهُم وَقُل لَهُم في أَنفُسِهِم قَولًا بَليغًا
Mereka
itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka.
Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan
katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.
Menurut
Aristoteles, komunikasi yang efektif itu menyentuh 3 aspek sekaligus, yaitu
ethos (kredibilitas komunikator), pathos (aspek emosional audience), dan logos
(aspek rasional audience).
3. Qowlan Maysuron
Artinya
adalah komunikasi yang pantas/reasonable seperti yang dapat kita lihat pada
ayat sebagai berikut:
Q.S.
al-Isra'/17:28
وَإِمّا تُعرِضَنَّ عَنهُمُ ابتِغاءَ رَحمَةٍ مِن رَبِّكَ تَرجوها فَقُل لَهُم قَولًا مَيسورًا
Dan
jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu
harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.
4. Qowlan Layyinan
Artinya
adalah komunikasi dengan lemah lembut
Q.S. Ta
Ha/20:44
فَقولا لَهُ قَولًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَو يَخشىٰ
maka
berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan ia ingat atau takut".
5. Qowlan Kariman
Artinya
adalah komunikasi dengan perkataan yang mulia seperti yang dapat kita lihat
pada ayat sebagai berikut:
Q.S.
al-Isra'/17:23
وَقَضىٰ رَبُّكَ أَلّا تَعبُدوا إِلّا إِيّاهُ وَبِالوالِدَينِ إِحسانًا ۚ إِمّا يَبلُغَنَّ عِندَكَ الكِبَرَ أَحَدُهُما أَو كِلاهُما فَلا تَقُل لَهُما أُفٍّ وَلا تَنهَرهُما وَقُل لَهُما قَولًا كَريمًا
Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.
6. Qowlan Ma`rufan
Artinya
adalah komunikasi dengan perkataan yang baik seperti yang terlihat pada ayat
berikut ini:
Q.S.
an-Nisa/4:5
وَلا تُؤتُوا السُّفَهاءَ أَموالَكُمُ الَّتي جَعَلَ اللَّهُ لَكُم قِيامًا وَارزُقوهُم فيها وَاكسوهُم وَقولوا لَهُم قَولًا مَعروفًا
Dan
janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta
(mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok
kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan
ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.
Terlihat
dengan jelas bahwa cacian bertentangan dengan prinsip-prinsip komunikasi di
al-Qur'an seperti yang disebutkan di atas.
Dampak
Negatif Cacian
Selain
memuaskan ego pelakunya, tidak terlihat adanya manfaat positif dari cacian. Malah,
yang langsung tampak adalah dampak negatifnya.
Jika
sesuatu yang kita cintai dan hormati dicaci oleh pihak lain, maka secara
naluriah kita akan membenci si pelaku dan mungkin bisa terpancing untuk
menghina balik si pelaku atau sesuatu yang dihormati atau dicintainya sebagai
retaliation (balas dendam). Kita juga akan menutup telinga kita dari apa yang
dikatakan si pelaku, walaupun mungkin ada kebenaran yang ia sampaikan. Dari
sini, bisa kita bayangkan apa yang terjadi jika Nabi atau kaum muslimin awal mencaci
maki sesembahan kaum musyrikin.
Oleh
karena itu juga, Syi`i yang mengumbar cacian kepada para sahabat dan istri
Nabi, selain memang diharamkan, akan membawa efek negatif terhadap diri dan
madzhabnya, terutama menimbulkan kebencian pihak lain kepada Syi`ah untuk
sesuatu yang sebenarnya dilarang di Syi`ah. Hal ini dapat dianalogikan seperti
seorang muslim yang menindas orang lain sehingga menimbulkan kebencian bukan
hanya kepada si pelaku, tetapi bagi pihak yang tidak begitu mengerti, Islam-nya
sendiri juga bisa dibenci karena dianggap ini adalah ajaran agama Islam.
Selain
itu, dia malah memberikan amunisi kepada pihak takfiri yang sebenarnya
minoritas di Islam untuk memanas-manasi dan memanipulasi mayoritas muslimin
yang sebenarnya moderat dan toleran. Secara tidak langsung, dia turut bersalah
dalam membuat para muslimin yang toleran menjadi termakan fitnah dan
ikut-ikutan membenci Syi`ah dan merestui, atau malah melakukan, persekusi
terhadap Syi`ah. Dia tak lain hanya memuaskan egonya saja karena apa yang dia
lakukan jelas salah dan bertentangan dengan perintah agama.
Penutup
Sayangnya, sampai sekarang tuduhan bahwa Syi`i mencaci maki
sahabat & istri Nabi masih terus dilayangkan oleh beberapa pihak. Semoga
tulisan ini, bersama dengan banyak tulisan dan buku yang sudah ditulis yang
menjawab tuduhan ini, bisa menunjukkan ketidakbenaran tuduhan tersebut.
Mari kita semua mencoba adil dalam berpikir dan bersikap.
Kalau sebagai muslim kita tidak suka ada non-muslim lain yang sembarangan
menuduh Islam tanpa klarifikasi kebenarannya kepada kita, janganlah kita
menuduh madzhab lain sebelum kita mengklarifikasinya kepada penganut atau lebih
baik lagi kepada `ulama madzhab tersebut. Jika kita tidak suka jika ada
non-muslim yang belajar tentang Islam dari mereka yang anti Islam, maka
selayaknyalah kita belajar madzhab lain bukan dari musuh-musuhnya, tetapi dari
penganut atau `ulama madzhab itu sendiri supaya kita memahami madzhab tersebut
sebagaimana penganutnya memahaminya.
Kita tidak perlu menyetujui 100% mereka yang berbeda dengan
kita, tetapi kita perlu memahami mereka. Dengan memahami pihak lain, kita juga
menjadi mengerti bahwa pemahaman Islam itu beragam dan pemahaman itu bukanlah
Islam itu sendiri. Islam yang sejati adalah yang diketahui oleh Rosulullah
(saw), sementara yang dapat kita lakukan adalah aproksimasi semaksimal mungkin.
Seperti perjalanan menuju kecepatan cahaya, kita hanya dapat mendekatinya,
tetapi tidak pernah benar-benar sampai padanya.
Dengan memahami pihak lain, pintu dialog akan terbuka.
Dengan terbukanya pintu dialog, maka akan terjadi rasa saling menghormati,
saling belajar, dan saling bekerjasama dalam semangat fastabiqul khoyrot
sehingga masing-masing akan terus menjadi semakin baik.
Semoga bisa terjadi.
Versi 1.1 (2015-08-23)
No comments:
Post a Comment