Sunday, August 23, 2015

Larangan Para Marja' Syi`ah terhadap Cacian kepada Sahabat & Istri Nabi: Sebuah Tinjauan Singkat

Pada tulisan singkat ini, tidak akan dibahas seperti apa sikap para `ulama Syi`ah terhadap cacian kepada para sahabat dan istri Nabi karena jelas dari fatawa mereka bahwa ini diharamkan, seperti yang bisa dilihat di beberapa link sebagai berikut:

Tulisan ini hanya sedikit membahas lebih lanjut tentang aspek-aspek yang sepertinya belum terlalu banyak dibahas.

Prinsip Ushul Fiqh Syi`ah: Hadits vs al-Qur'an
Dalam ushul fiqh Syi`ah, suatu hadits tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an.
Prinsip ini terlihat pada cuplikan suatu riwayat sebagai berikut:

فَقَالَ أَبُو قُرَّةَ فَتُكَذِّبُ بِالرِّوَايَاتِ فَقَالَ أَبُو الْحَسَنِ ع إِذَا كَانَتِ الرِّوَايَاتُ مُخَالِفَةً لِلْقُرْآنِ كَذَّبْتُهَا

Abu Qurroh bertanya, "Apakah anda menolak riwayat (hadits)?" Abul Hasan (Imam `Ali b. Musa ar-Ridho) berkata, "Bila suatu riwayat bertentangan dengan al-Qur'an, maka tolaklah."

Hadits ini terdapat di al-Kafi (al-Kulayni) dan at-Tawhid (ash-Shoduq) dan dinyatakan shohih oleh al-Majlisi dalam Mir'atul `Uqul.

Prinsip ini dipegang oleh para `ulama Syi`ah sejak zaman dulu sampai dengan sekarang.
Muhammad b. `Ali al-Qummi yang dikenal dengan nama ibn Babawayh atau Syaykh ash-Shoduq, salah satu `ulama klasik Syi`ah yang wafat pada tahun 991, menyatakan di dalam al-I`tiqodat bahwa setiap hadits yang tidak sesuai dengan Kitabullah adalah bathil.
Abul Qosim al-Musawi al-Khui, salah satu `ulama Syi`ah yang wafat pada tahun 1992 yang dikenal ketinggian ilmunya dalam ilmu hadits dan fiqh, juga menegaskan prinsip ini di dalam bukunya al-Bayan fi Tafsir al-Qur'an, yaitu riwayat harus dibandingkan dengan al-Qur'an dan jika suatu riwayat bertentangan dengan al-Qur'an, maka riwayat tersebut harus disingkirkan.

Jadi jelas bahwa jika ada hadits yang matn (isi)-nya bertentangan dengan al-Qur'an maka akan ditolak, terlepas seperti apa isnadnya.
Lalu, seperti apa al-Qur'an mengatur tentang cacian dan cara berkomunikasi?

Sikap al-Qur'an terhadap Cacian
Al-Qur'an melarang cacian bahkan kepada sesembahan kaum musyrikin seperti pada ayat sebagai berikut:
Q.S. al-An`am/6:108

وَلَا تَسُبُّوا۟ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ فَيَسُبُّوا۟ ٱللَّهَ عَدْوًۢا بِغَيْرِ عِلْمٍۢ ۗ كَذَٰلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.

Dari sini terlihat jelas, jika kepada patung sesembahan saja kita dilarang untuk melakukan cacian, apalagi kepada manusia.

Prinsip Komunikasi Menurut al-Qur'an
Dalam Islam Aktual, Jalaluddin Rakhmat memaparkan seperti apa prinsip komunikasi menurut al-Qur' an:
1. Qowlan Sadidan
Artinya adalah komunikasi yang benar dan straight to the point yang dapat kita lihat pada ayat sebagai berikut:
Q.S. an-Nisa/4:9

وَليَخشَ الَّذينَ لَو تَرَكوا مِن خَلفِهِم ذُرِّيَّةً ضِعافًا خافوا عَلَيهِم فَليَتَّقُوا اللَّهَ وَليَقولوا قَولًا سَديدًا

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Q.S. al-Ahzab/33:70

يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقولوا قَولًا سَديدًا

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,

2. Qowlan Balighon
Artinya adalah komunikasi yang fasih dan jelas sehingga efektif seperti yang dapat kita lihat pada ayat sebagai berikut:
Q.S. an-Nisa/4:63

أُولٰئِكَ الَّذينَ يَعلَمُ اللَّهُ ما في قُلوبِهِم فَأَعرِض عَنهُم وَعِظهُم وَقُل لَهُم في أَنفُسِهِم قَولًا بَليغًا

Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.

Menurut Aristoteles, komunikasi yang efektif itu menyentuh 3 aspek sekaligus, yaitu ethos (kredibilitas komunikator), pathos (aspek emosional audience), dan logos (aspek rasional audience).

3. Qowlan Maysuron
Artinya adalah komunikasi yang pantas/reasonable seperti yang dapat kita lihat pada ayat sebagai berikut:
Q.S. al-Isra'/17:28

وَإِمّا تُعرِضَنَّ عَنهُمُ ابتِغاءَ رَحمَةٍ مِن رَبِّكَ تَرجوها فَقُل لَهُم قَولًا مَيسورًا

Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.

4. Qowlan Layyinan
Artinya adalah komunikasi dengan lemah lembut
Q.S. Ta Ha/20:44

فَقولا لَهُ قَولًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَو يَخشىٰ

maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut".

5. Qowlan Kariman
Artinya adalah komunikasi dengan perkataan yang mulia seperti yang dapat kita lihat pada ayat sebagai berikut:
Q.S. al-Isra'/17:23

وَقَضىٰ رَبُّكَ أَلّا تَعبُدوا إِلّا إِيّاهُ وَبِالوالِدَينِ إِحسانًا ۚ إِمّا يَبلُغَنَّ عِندَكَ الكِبَرَ أَحَدُهُما أَو كِلاهُما فَلا تَقُل لَهُما أُفٍّ وَلا تَنهَرهُما وَقُل لَهُما قَولًا كَريمًا

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.

6. Qowlan Ma`rufan
Artinya adalah komunikasi dengan perkataan yang baik seperti yang terlihat pada ayat berikut ini:
Q.S. an-Nisa/4:5

وَلا تُؤتُوا السُّفَهاءَ أَموالَكُمُ الَّتي جَعَلَ اللَّهُ لَكُم قِيامًا وَارزُقوهُم فيها وَاكسوهُم وَقولوا لَهُم قَولًا مَعروفًا

Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.

Terlihat dengan jelas bahwa cacian bertentangan dengan prinsip-prinsip komunikasi di al-Qur'an seperti yang disebutkan di atas.

Dampak Negatif Cacian
Selain memuaskan ego pelakunya, tidak terlihat adanya manfaat positif dari cacian. Malah, yang langsung tampak adalah dampak negatifnya.

Jika sesuatu yang kita cintai dan hormati dicaci oleh pihak lain, maka secara naluriah kita akan membenci si pelaku dan mungkin bisa terpancing untuk menghina balik si pelaku atau sesuatu yang dihormati atau dicintainya sebagai retaliation (balas dendam). Kita juga akan menutup telinga kita dari apa yang dikatakan si pelaku, walaupun mungkin ada kebenaran yang ia sampaikan. Dari sini, bisa kita bayangkan apa yang terjadi jika Nabi atau kaum muslimin awal mencaci maki sesembahan kaum musyrikin.

Oleh karena itu juga, Syi`i yang mengumbar cacian kepada para sahabat dan istri Nabi, selain memang diharamkan, akan membawa efek negatif terhadap diri dan madzhabnya, terutama menimbulkan kebencian pihak lain kepada Syi`ah untuk sesuatu yang sebenarnya dilarang di Syi`ah. Hal ini dapat dianalogikan seperti seorang muslim yang menindas orang lain sehingga menimbulkan kebencian bukan hanya kepada si pelaku, tetapi bagi pihak yang tidak begitu mengerti, Islam-nya sendiri juga bisa dibenci karena dianggap ini adalah ajaran agama Islam.

Selain itu, dia malah memberikan amunisi kepada pihak takfiri yang sebenarnya minoritas di Islam untuk memanas-manasi dan memanipulasi mayoritas muslimin yang sebenarnya moderat dan toleran. Secara tidak langsung, dia turut bersalah dalam membuat para muslimin yang toleran menjadi termakan fitnah dan ikut-ikutan membenci Syi`ah dan merestui, atau malah melakukan, persekusi terhadap Syi`ah. Dia tak lain hanya memuaskan egonya saja karena apa yang dia lakukan jelas salah dan bertentangan dengan perintah agama.

Penutup
Sayangnya, sampai sekarang tuduhan bahwa Syi`i mencaci maki sahabat & istri Nabi masih terus dilayangkan oleh beberapa pihak. Semoga tulisan ini, bersama dengan banyak tulisan dan buku yang sudah ditulis yang menjawab tuduhan ini, bisa menunjukkan ketidakbenaran tuduhan tersebut.

Mari kita semua mencoba adil dalam berpikir dan bersikap. Kalau sebagai muslim kita tidak suka ada non-muslim lain yang sembarangan menuduh Islam tanpa klarifikasi kebenarannya kepada kita, janganlah kita menuduh madzhab lain sebelum kita mengklarifikasinya kepada penganut atau lebih baik lagi kepada `ulama madzhab tersebut. Jika kita tidak suka jika ada non-muslim yang belajar tentang Islam dari mereka yang anti Islam, maka selayaknyalah kita belajar madzhab lain bukan dari musuh-musuhnya, tetapi dari penganut atau `ulama madzhab itu sendiri supaya kita memahami madzhab tersebut sebagaimana penganutnya memahaminya. 

Kita tidak perlu menyetujui 100% mereka yang berbeda dengan kita, tetapi kita perlu memahami mereka. Dengan memahami pihak lain, kita juga menjadi mengerti bahwa pemahaman Islam itu beragam dan pemahaman itu bukanlah Islam itu sendiri. Islam yang sejati adalah yang diketahui oleh Rosulullah (saw), sementara yang dapat kita lakukan adalah aproksimasi semaksimal mungkin. Seperti perjalanan menuju kecepatan cahaya, kita hanya dapat mendekatinya, tetapi tidak pernah benar-benar sampai padanya.

Dengan memahami pihak lain, pintu dialog akan terbuka. Dengan terbukanya pintu dialog, maka akan terjadi rasa saling menghormati, saling belajar, dan saling bekerjasama dalam semangat fastabiqul khoyrot sehingga masing-masing akan terus menjadi semakin baik.

Semoga bisa terjadi.

Versi 1.1 (2015-08-23)

No comments:

Post a Comment